MELEPAS MALAM DI MENTAWAI
Batang enau semeter, berongga
Merendam di lima purnama
Dibalut kulit biawak atau ular sawah
Ketukannya yang cukup panjang bergema
Seekor monyet hitam menari
Di hadapan ayam jantan yang api
Sejak lepas petang sampai malam menjelma lautan
Keduanya menari-nari –hingga kesurupan
Hingga bujang sepasang datang dari kejauhan
Menyelam ke kedalaman laut
Upacarapun selesai
Monyet hitam, ayam jantan yang api; padam
Mati untuk kemudian menyambut pagi kembali
Bekasi, Agustus2013
BUKAN KARENA KEMARAU
tetapi bahkan bukan karena kemarau
yang belakangan seperti tiada kunjung mengusaikan diri
tetapi sebab derap di angin yang melulu risau berdesau
:membagai duriduri, menyelinap ke senyap tiap lubang pori
juga bukan karena oranye di sore yang sebentar lagi ke hitam
sampai tibatiba diri berharap bisa dapat membawamu pergi
ke tempat yang bahkan di garistangan, juga di ingatan, belum terekam
dimana cuaca dan musim berdamai sepanjang malam dan pagi
ketika kini kubayangkan
likulekuk sungai yang berderai
laut yang berdenyut
pantai yang melambai
yang menemani kita menuju selatan
ke peraduan yang senyap dari ramai
setelah tiada lagi kepadamu yang bisa kubagi
barangkali di sana bisa kutuliskan puisi untukmu lebih banyak lagi
Oktober, 2014
KEMBALI TERANG
ke pekarangan rumahmu, aku akan kembali
dari tualang ketika tetes hujan pertama kali
jatuh di pucukpucuk daun yang kau rawat
dengan doadoa juga tanganmu yang hangat
pada porosnya, bumi masih berotasi
musim juga masih saling berganti
langit, dari bukit, mulai kembali pulih
luka, di rawa, tak lagi ada. seperti sedia kala
jalanjalan yang semula padam mulai terang
bahkan cemara dan cuaca pun turut riang
sepasang sayap, yang sempat kutanggalkan, kupasang
terangnya kudapat dari sulursulur cahaya matahari
demi malam-malammu aku akan berkerjapkerjap, sayang
sampai di jelang pagi ketika bulan mulai beralih
Albero, September 2014
Share
0 komentar:
Posting Komentar