Rabu, 31 Desember 2014

SUARA NTB, 20 DESEMBER 2014

Sajak-sajak Bayu Ambuari


HOREB


Demi menengok-Nya
Maka sungguh jangan lagi engkau dekati
Aku dan segala yang langit. Kelak cahaya
Mencungkil matamu yang lapar
Dan gelagat api yang besar
Mengelupas tubuhmu.

Mendengar suara-Nya
Jangan pula engkau meminta
Sebab derap badai yang pekik
Sungguh bagimu lebih baik.

Jangan lagi engkau minta Tuhan
Supaya jangan engkau mati.

Oktober, 2014


KAURAM


Bersama 60.000 dan 90 kafilah, ia lari. Menyelamatkan diri dari kesiur busur yang dilentur, raung pedang dan derap serta ringkik kuda. Memasuki dan bermalam di belukar yang liar dan cekam seumpama desau kemarau yang menikam. Sampai pintu-pintu, tangan-tangan dan dada-dada Tema terbuka menyambut dengan gandum dan air. Ia tatap wajah-wajah Dedan sebelum mengingat nubuat, dan firman,tentang ziarah, hijrah dan jalan terang. Di langitnya sendiri, tak lama lagi matahari Kedar terbenam, menyisakan sebagian pemanah yang gagah. Di antara kemah-kemah, puluhan pasang unta dan dua belas bintang, ia menggenapinya bersama hati yang teguh dan doa-doa yang tak henti disepuh.

Oktober, 2014
Share

BANJARMASIN POST, 14 DESEMBER 2014

Sajak-sajak Bayu Ambuari


MELEPAS MALAM DI MENTAWAI

Batang enau semeter, berongga
Merendam di lima purnama
Dibalut kulit biawak atau ular sawah
Ketukannya yang cukup panjang bergema

Seekor monyet hitam menari
Di hadapan ayam jantan yang api
Sejak lepas petang sampai malam menjelma lautan
Keduanya menari-nari –hingga kesurupan
Hingga bujang sepasang datang dari kejauhan
Menyelam ke kedalaman laut

Upacarapun selesai
Monyet hitam, ayam jantan yang api; padam
Mati untuk kemudian menyambut pagi kembali

Bekasi, Agustus2013


BUKAN KARENA KEMARAU

tetapi bahkan bukan karena kemarau
yang belakangan seperti tiada kunjung mengusaikan diri
tetapi sebab derap di angin yang melulu risau berdesau
:membagai duriduri, menyelinap ke senyap tiap lubang pori

juga bukan karena oranye di sore yang sebentar lagi ke hitam
sampai tibatiba diri berharap bisa dapat membawamu pergi
ke tempat yang bahkan di garistangan, juga di ingatan, belum terekam
dimana cuaca dan musim berdamai sepanjang malam dan pagi

ketika kini kubayangkan
likulekuk sungai yang berderai
laut yang berdenyut
pantai yang melambai
yang menemani kita menuju selatan
ke peraduan yang senyap dari ramai

setelah tiada lagi kepadamu yang bisa kubagi
barangkali di sana bisa kutuliskan puisi untukmu lebih banyak lagi

Oktober, 2014


KEMBALI TERANG

ke pekarangan rumahmu, aku akan kembali
dari tualang ketika tetes hujan pertama kali
jatuh di pucukpucuk daun yang kau rawat
dengan doadoa juga tanganmu yang hangat

pada porosnya, bumi masih berotasi
musim juga masih saling berganti
langit, dari bukit, mulai kembali pulih
luka, di rawa, tak lagi ada. seperti sedia kala
jalanjalan yang semula padam mulai terang
bahkan cemara dan cuaca pun turut riang

sepasang sayap, yang sempat kutanggalkan, kupasang
terangnya kudapat dari sulursulur cahaya matahari
demi malam-malammu aku akan berkerjapkerjap, sayang
sampai di jelang pagi ketika bulan mulai beralih

Albero, September 2014
Share

Selasa, 01 Oktober 2013

Darah Di Bumi Syuhada



DARAH DI BUMI SYUHADA (FAM Publishing) Buku Antologi Puisi Pemenang Lomba Cipta Puisi Bertema “Mesir, Palestina dan Rohingya”. Info pemesanan dan penerbitan buku di FAM Publishing hubungi call centre 0812 5982 1511 atau lewat email: forumaktifmenulis@yahoo.com

Share

Selasa, 17 September 2013

Sedekah Utama



Kasihku, lihatlah tulang rahang yang menyangga kedua sisi pipiku, masih kuat bagai batu sehingga mampu memecah kacang hingga jagung, melembutkan gandum hingga tepung bahkan mengoyak daging ternak dari mamalia juga ungas ayam hingga burung. Tetapi rembang ini aku sedang sengaja tidak makan dan minum.

Kasihku, dengarlah suara yang masih lantang menggema, belum gemetar melemah terbata seperti bocah yang mengeja sebait prosa. Dan tulang belulang belum ada yang retak atau bahkan patah, masih kokoh selayak lelaki megalithikum berjari morton yang memecah batu dari gunung ke gunung hanya dengan mengenakan selembar bekas kulit hewan korban buruan sementara kejam dingin masih menghembuskan beku mendendam. Tetapi siang ini aku memilih lebih banyak diam. Tiada berteriak hoa ketika memecah belah angkuhnya batu. Bertasbih lirih sebagai ganti, sebab semenjak lepas subuh hingga senja mendekap matahari nanti, aku menahan diri.

Share

Menuju Senja




/1/
jam pasir dalam nadiku
bergemuruh: usia merapuh

/2/
gerak tubuh kian lambat
pulang semakin dekat

/3/
berlalu angka pada almanak
waktu terus beranjak

/4/
matahariku mendekat ke ufuk barat:
hidup menyenja

Bekasi, 2013

*Dikutip dari buku antologoi Lembayung Senja (AE Publishing, 2013), halaman 110
*Ilustrasi Gambar: Dark Surrealism, indecentbazaar.files.wordpress Share

Obituari


1
Bermukim aku pada suatu desa
seribu meter tingginya di atas samudra

Gigil lima belas derajat terasa
tak berarti seketika
di ibu kota; maut
menyambangimu dekat subuh

Ingin aku tak percaya
atas sebuah peristiwa

Sebab belakangan desas-desus
dan pergunjingan menjadi sajian
berita membuat pekak telinga

2
Di sepertiga malam
menjelang pengujung bulan
senyampang gerhana menjadi gebar
menutupi purnama  tak sempurna
yang menjungkar

Awan gemawan murung
memayungi sebagian dari kami
yang menyelam di bawah sadar sendiri

Angin dari gunung menyapu
barisan batang mengkilat manglid
menyayat tajuk
puluhan suren yang berbisik
kepada pucuk-pucuk teh

Alam menyampaikan kabar
menombak hati; pecah duka meluka

3
: seratus malam yang lewat
ketika pergantian terang menuju gelap
sekujur tubuh gemetar lain tak biasa
serasa seribu ketakutan menyerbu


: empat puluh hari sebelum kini, lepas ashar
bidara gugurkan sepucuk daunnya
tak lama lagi tutuplah catatan
bersama serombongan renyut yang memeriahkan bilik-bilik jantung

: kemarin, menjelang senja
kedutan pada dahi yang menghitam
getar pula mercu kepala

: malam buta
“Telah tiba saatnya; rangkumlah segala tanda”


Bandung, 2 Mei 2013
Persembahanku untuk Jeffry Al Buchori

*Dikutip dari buku antologi Lembayung Senja (AE Publishing, 2013), halaman 101-103
*Gambar Ilustrasi: A Farewell Adolescene 1939edwinglucas.com
Share

Kamis, 15 Agustus 2013

Antologi: Lembayung Senja
















Judul : Lembayung Senja
Pengarang : Kan's Zein Basry, Ratna Fadhilah, Hikmatunnisa Al Hidayah, Andary Witjaksono & Matin Aqila Al Fattah
Penerbit : AE Publishing
Harga : Rp. 32.000
Ketik: LS # NAMA LENGKAP # ALAMAT LENGKAP # JUMLAH # NO TELP
Kirim ke : 082333535560
Nanti Anda akan mendapatkan SMS No.Rek dan jumlah yang harus dibayarkan.


Sinopsis

"Nice writing. Beragam kisah penuh inspirasi dengan beragam bentuk tulisan..."
(Mira Pasolong - Pendidik, Penulis)

"Membaca goresan pena yang terangkum dalam "LEMBAYUNG SENJA" membawa kita dalam sebuah muhassabah..."
(Rani Iriani Safari - Penulis)

"...Sarat makna akan naluri fitrah manusia."
(Kemal Aldan Farisi - Penikmat budaya dan seni)

"Sebuah buku inspiratif yang dikemas 3 in 1, layak dimiliki,rasakan sensasinya!"
(M Yusuf A - Penikmat sastra, Pecinta buku)



Share
Akar Akal. Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts

Popular Posts